Media tanam adalah faktor penentu dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan bergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selainitu, diperlukan
juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, bergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Jenis dan komposisi media sangat mempengaruhi besarnya daya tahan
eksplan untuk hidup pada media tersebut, sedangkan zat pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin endogen yang terdapat pada eksplan berpengaruh terhadap besarnya penyerapan zat makanan yang tersedia dalam media kultur sehingga eksplan dapat bertahan hidup lebih lama.
Bila pertumbuhan eksplan
baik maka dapat meningkatkan daya tahan hidup eksplan. Media dalam
kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai
berikut: hara makro, hara mikro, vitamin, asam amino atau suplemen
nitrogen lainnya, gula, bahan organik komplek, bahan pemadat (agar), dan zat pengatur tumbuh (hormon).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur jaringan antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM)
dll. Media MS, SH dan B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro.
Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :
1. Hara Makro
Unsur hara makro
terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan
jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium
(Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan
untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.
Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen
anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat
tumbuh pada sumber N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa
pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan
amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi
amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies
tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat pertumbuhan sel.
Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya mengandung amonium
sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang
terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga
terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan
amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka
ion-ion amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion
nitrat. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar
spesies tanaman.
Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada
konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca
berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara
tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.
2. Hara Mikro
Unsur hara mikro
yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman
mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan
molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media
harus dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis
diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk
media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan
terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh
Murashige & Skoog dengan men ”chelate” besi dengan menggunakan asam
etilen diamintetraasetik (EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi
kebutuhan yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na)
dan klorida (Cl) juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu
penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya
ditambahkan pada media sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30
µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100 µM.
3. Karbon dan Sumber Energi
Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah
sukrosa. Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai
pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama
dengan sukrosa dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah
dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi
semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik
dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam
media kultur berkisar antara 2 dan 3%. Karbohidrat harus tersedia dalam
media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis tanaman yang diisolasi
dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan
karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa.
Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan
glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh
fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa
akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama
komponen media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari
beberapa spesies tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya
diautoklap dibandingkan dengan media yang sukrosanya disterilisasi
dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel karena
tersedianya glukosa dan fruktosa.
4. Vitamin
Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin
seperti biotin, asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E
(tokoperol), riboflavin, dan asam p-aminobenzoik. Meskipun
vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas pertumbuhan,
tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan
tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media
dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang
diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih
rendah.
5. Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya
Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur
adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin,
dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara
0.05-0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari
beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam
amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan
asam amino dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2
mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10
mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada
media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan
meningkatkan pembentukan tunas.
6. Bahan Organik Komplek
Arang aktif
(activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat
merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel
dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada
kultur tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat
pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari
tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat
pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan
karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap
ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang
aktif.
IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif.
Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan
arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi
biakan selama dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan
kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.
7. Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan
Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu
dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat
lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan
air, agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar
gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh
ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada
konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi
agar yang digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan
catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.
Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor
yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat
mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan
agar yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk
memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air
destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan
pada suhu 60oC selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC.
Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media,
tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup
mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi
0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik
kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah
agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk
Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan
gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.
Gel agar
juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam
dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda
lain yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah
jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter
(filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan
poliester. Apakah eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.
8. Zat Pengatur Tumbuh
Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan
tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog
dan Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin dan sitokinin
yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk
mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan
induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan
kultivar.
Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur
umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi
pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat
pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti
diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas
mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.
Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:
1. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS),
digunakan hamper pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media
ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N
dalam bentuk NO3- dan NH4+.
2. Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.
3. Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4. Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.
5. Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6. Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7. Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8. Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lin-lain.
Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu diantaranya:
1. Media Murashige & Skoog (media MS)
Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur,
merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur
makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi
komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan
jenis tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29
mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N
total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media
tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium
juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro
lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-tahun sesudah
penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS
tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba, menggunakan media
dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM
ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi
menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin
& Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin
& Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969
dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam
Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara
mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan
konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.
2. Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur
kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah
dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk
kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga
digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari
komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah,
karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan
sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM,
sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
3. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur
kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000).
Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan
komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+,
Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari
pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan
mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan
sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis
tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya,
terutama untuk tanaman legume.
4. Media WPM (Woody Plant Medium)
Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media
dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media
diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain,
tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM.
Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias
berperawakan perdu dan pohon-pohon.
5. Media Nitsch & Nitsch
Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk
mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium
khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang
menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang
pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan 1988).
6. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus,
biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang
rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti
glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts,
1983)
7. Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur
tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau.
Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama
dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari
media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang
umum digunakan sekarang.
8. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam
di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya
mengandung N dari Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan
penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk
perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
9. Media B5(Gamborg)
Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg
et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali
dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan
amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5
dikembangkan untuk kultur
kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga
digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi
NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM
menghambat pertumbuhan sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan
bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM berpengaruh baik dalam
kultur jaringan seperti pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat
yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan
Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan
media MS.
Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan sebagai kultur
suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi
perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar
hara anorganik yang dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih
rendah dari pada media dasar MS. Hal tersebut sering kali lebih baik
bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk
kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman.