Blogroll

Sandra Amalia

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Others. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Others. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Desember 2012

Pelipatan Protein: Sisi Gelap Protein

Hampir semua protein manusia memiliki segmen yang bisa membentuk amiloid yang berperan dalam menimbulkan penyakit. Akan tetapi sel-sel telah mengembangkan beberapa pertahanan rumit, seperti yang ditemukan Jim Schnabel.

segmen protein


Segmen protein dengan struktur 'steric zipper' bertautan membentuk tulang punggung fibril amiloid .M. R. SAWAYA

Menjadi amiloid merupakan salah satu hal terburuk dari sekian perubahan protein menjadi tidak baik. Dalam hal ini elemen-elemen yang sifatnya lengket dalam protein muncul dan menyemaikan pertumbuhan seperti fibril-fibril yang mematikan.

Penelitian sekarang menunjukan suatu gambaran yang lebih mengkhawatirkan. Dalam suatu kerja yang dilaporkan pada bulan Februari, tim yang dipimpin David Eisenberg di Universitas California, Los Angeles, menyaring ribuan protein untuk mencari bagian-bagian dengan kelengketan khusus yang dapat membentuk amiloid. "Efektifnya, semua protein kompleks memiliki bagian-bagian pendek ini yang jika terbuka dan cukup fleksibel mampu memicu pembentukan amiloid," kata Eisenberg seperti yang dikutip Nature.

Akan tetapi, tidak semua protein membentuk amiloid. 'Amylome', seperti yang dinamakan Eisenberg, terbatas karena hampir semua protein menyembunyikan bagian-bagian lengket ini dari langkah yang membahayakan atau setidaknya tetap mengontrol kelengketan mereka. Penemuannya dan penelitian lain mengindikasikan bahwa evolusi memperlakukan amiloid-amiloid sebagai suatu ancaman fundamental. Amiloid telah ditemukan di beberapa penyakit umum yang berhubungan dengan penuaan/umur, dan ada bukti bahwa penuaan itu sendiri membuat beberapa akumulasi amiloid tidak dapat dihindarkan.

"Keadaan amiloid seperti keadaan kegagalan suatu protein, dan dengan tidak adanya mekanisme proteksi, banyak protein kita menjadi demikian," kata Chris Dobson yang merupakan ilmuwan biologi struktural di Universitas Cabridge, Inggris. Beberapa laboratorium sekarang mencoba mencari cara untuk menambah atau meningkatkan mekanisme proteksi ini, dengan harapan memperlakukan atau mencegah tempat bersarangnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan amiloid. "Berbagai kemajuan dalam memahami amiloid bisa membawa kepada suatu kelas baru yang sangat kuat dari pengobatan untuk banyak kondisi-kondisi yang berhubungan dengan faktor usia," kata Sam Gandy yang merupakan seorang ilmuwan neurobiologi dan pengajar di Sekolah Pengobatan Mount Sinai, New York.

Jumlah Fibril Yang Banyak

Penelitian terakhir amiloid telah sebagian mengkonfirmasikan prediksi yang dibuat 75 tahun lalu oleh ilmuwan biofisika berkebangsaan Inggris William Astbury. Protein pada mulanya berbentuk rantai asam amino linier, namun kemudian kebanyakan melipat menjadi bentuk 'bundar' tiga dimensi yang kompleks. Astbury mengemukakan bahwa hampir setiap protein bundar bisa dibuat untuk membentuk fibril yang bersifat mengganggu dengan cara merusak atau 'mengubah sifatnya' dengan panas atau dengan bahan kimia. Pada tahun 80an, para peneliti mengetahui bahwa fibril yang ditimbulkan dengan stimulasi ini memiliki struktur ganjil yang sama seperti yang ditemukan pada penyakit yang berhubungan dengan amiloid, seperti tumpukan amiloid-ß pada otak orang-orang yang menderita Penyakit Alzheimer. Akan tetapi potensi besar protein secara alami membentuk struktur dasar ini belum terlihat langsung saat itu. "Paradigma sebelumnya ialah bahwa seluruh protein membuka dan kemudian terlipat kembali menjadi struktur berserat," kata Eisenberg.

    "Kebanyakan protein telah mengembangkan suatu cara untuk melipat dengan efektif menutup bagian-bagian yang rentan amiloid."

Pada tahun 1999, jelaslah bahwa banyak protein bisa dibuat untuk membentuk amiloid. Dobson mengemukakan bahwa proses pembukaan membuka kelengketan esensial dalam tulang punggung rantai asam amino protein. Para peneliti juga menghubungkan lebih banyak protein yang membentuk amiloid kepada penyakit, termasuk protein tau pada penyakit Alzheimer, a-synuclein pada Penyakit Parkinson, polyglutamine pada Penyakit Huntington, protein prion pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob dan amylin pada Penyakit Diabetes tipe 2.

Eisenberg dan koleganya mempelajari protein seperti itu menggunakan pengujian kadar logam pembentukan fibril dan teknik difraksi sinar X dan menemukan bahwa kecenderungannya membentuk amiloid datang dari bagian terentu di dalamnya. Bagian ini biasanya sepanjang enam asam amino, dan bisa terbuka ketika protein sebagian tidak terbuka.

Bagian 'amyloidogenic' ini yang ditemukan oleh tim Eisenberg, memiliki suatu struktur 'steric zipper' yang bisa melengkapi diri sendiri yang memperkenankannya bertautan rapat dengan bagian identik terbuka pada protein lain. Beberapa bagian ini diperlukan untuk menyemaikan atau menukliasi amiloid. Bagian-bagian menumpuk di atas satu sama lain membentuk lembaran-lembaran, dua menutup bersama membentuk tulang punggung fibril. Ketika ia tumbuh, fibril dipagari oleh sisa bagian protein host. Pada akhirnya, fibril ini pecah membentuk dua fibril yang lebih kecil, yang masing-masing akan tumbuh dari kedua ujungnya lagi dan seterusnya. "Kejadian nukliasi mungkin saja langka," kata Eisenberg, "tapi begitu dimulai, dia akan menyebar."

Dalam studi mereka, tim Eisenberg menggunakan suatu algoritma komputer untuk menentukan kapan bagian pendek protein memiliki potensi pembentukan steric-zipper, berdasarkan perkiraan struktur tiga dimensinya. Setelah mengkalibrasi bagian-bagian amiloid yang diketahui, tim itu mengaplikasikan algoritme ke genom manusia, ragi yang berpotensi dan bakteri Escherichia coli dan menemukan bahwa sekitar 15% bagian-bagian pendek ini yang disusun oleh gen-gen pada organisme ini memiliki sifat ini. "Pada angka itu, kebanyakan protein memiliki setidaknya beberapa bagian yang mudah membentuk amiloid," kata Eisenberg.

Kerja itu membantu mengklarifikasi mengapa denaturasi protein kadang membawa kepada situasi amiloid, kata Jeffery Kelly yang merupakan ilmuwan biologi struktural dan ahli amiloid di Institut Penelitian Scripps di La Jolla, California. "Itu memberikan kita gagasan yang lebih baik tentang mengapa beberapa protein harus sebagian membuka sebelum mereka mulai membentuk amiloid-amiloid."

Eisenberg, Dobson dan lainnya telah berspekulasi bahwa kelengketan yang melengkapi diri sendir dari bagian-bagian pendek ini mungkin menjadikan mereka sebagai blok-blok pembangun yang berguna pada tahap-tahap permulaan kehidupan di Bumi. Lagi pula, laporan-laporan telah mulai memunculkan protein yang berfungsi normal pada situasi amiloid, sebagai contoh, beberapa kelenjar hormon. "Sekarang kita tahu lebih dari dua lusin amiloid alami, jadi situasi ini jelas digunakan oleh biologi secara fungsional maupun disfungsional," kata Eisenberg.

Bahkan demikian, kata Kelly, amiloid alami ini "sangat teratur", sebagai contoh, tersimpan dalam ruangan membran yang disebut gelembung. "Itulah mengapa biologi bisa menggunakannya dan tidak menderita konsekuensinya."

Kebanyakan protein modern melipat ke dalam struktur bundar. Tetapi pola pelipatannya begitu kompleks sehingga tidak mungkin dapat berkembang dengan tidak sengaja. "Jika anda memiliki sebuah mesin yang dapat memproduksi rangkaian protein secara acak, anda hanya akan mendapatkan satu yang bisa tetap stabil pada keadaan bundar dan dapat larut.," kata Dobson.

Sejumlah mekanisme yang berkembang merupakan pokok yang mendasari stabilitas tersebut. Ketika protein-protein pada mulanya disatukan dan mulai melipat, protein-protein 'chaperone' dan molekul-molekul terkait ada di sana untuk menjaga pembentukan amiloid. Sistem lain bertugas mengenali, mengasingkan dan menghancurkan amiloid-amiloid ketika mereka benar-benar terbentuk.

Keadaan alami pelipatan menawarkan proteksinya sendiri yang kuat. Kelompok Eisenberg memeriksa lebih dari 12.000 protein yang lipatannya, struktur tiga dimensi sudah diketahui. Mereka menemukan bahwa 95% dari bagian-bagian yang diprediksi rentan amiloid dikubur dalam struktur protein inangnya, dan yang terbuka menjadi terlalu membelit dan tidak fleksibel untuk bergabung dengan bagian lainnya. "Nampaknya kebanyakan protein telah berkembang untuk melipat dalam suatu cara yang secara efektif menutup bagian-bagian rentan amiloid," kata Eisenberg. Jadi evolusi tidak perlu membuang bagian-bagian tersebut sekaligus.


http://sainspop.blogspot.com/2010/05/pelipatan-protein-sisi-gelap-protein.html

Minggu, 02 Desember 2012

Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur

Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan mikosis sistemik. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama disebabkan oleh 3 genera jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Sedangkan mikosis sistemik merupakan mikosis yang menyerang alat-alat dalam, seperti jaringan sub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.

1. Tinea capitis
Merupakan infeksi jamur yang menyerang stratum corneum kulit kepala dan rambut kepala, yang disebabkan oleh jamur Mycrosporum dan Trichophyton. Gejalnya adalah rambut yang terkena tampak kusam, mudah patah dan tinggal rambut yang pendek-pendek pada daerah yang botak, ditularkan lewat pemakaian sisir dan gunting rambut.. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan edematous dan bernanah.

2. Maduromycosis (Madura foot)
Terjadinya massa granulomatous yang biasanya meluas ke jaringan lunak dan tulang kaki. Gejalanya dimulai dengan adanya lesi pada tapak kaki bagian belakang, timbul massa granulomatous dan abses yang kemudian terjadi sinus-sinus yang mengeluarkan nanah dan granula.
Disebabkan oleh jamur Allescheris boydii, Cephalosporium falciforme, Madurella mycetomi, dan Madurella grisea.
Dapat tertular/terinfeksi apabila berjalan tanpa alas kaki pada daerah yang terinfeksi jamur tersebut.

3. Coccidioidomycosis
Merupakan mikosis yang mengenai paru-paru yang disebabkan oleh Coccidioides immitis. Gejalnya mirip dengan pneumonia yang lain, Batuk dengan atau tanpa sputum yang biasanya disertai dengan pleuritis.
Disebabkan oleh jamur  Coccidioides immitis.
Dapat tertular apabila kita bernapas dan pada saat kita menghirup oksigen ,oksigen tersebut mengandung jamur.

4. Sporotrichosis
Benjolan (nodul) di bawah kulit kemudian membesar, merah, meradang, mengalami nekrosis kemudian terbentuk ulcus. Nodul yang sama terjadi sepanjang jaringan lympha.
Di sebabkan oleh Jamur Sporotrichum schenckii.
Bersentuhan langsung manupun tidak langsung , langsung dapat berupa sentuhan langsung sedangkan tidak langsung dapat berupa menggunakan pakaian atau handuk yang sama.

5. Actinomycosis
Ditandai dengan adanya jaringan granulomatous, bernanah disertai dengan terjadinya abses dan fistula.
Di sebabkan oleh Jamur Actinomyces bovis.
Dapat tertular apabila bersentuhan dan terkena nanah dari kulit yang mengandung jamur tersebut.

6. Otomycosis (Mryngomycosis)
Merupakan mikosis superfisial yang menyerang lubang telinga dan kulit di sekitarnya yang menimbulkan rasa gatal dan sakit. Bila ada infeksi sekunder akan menjadi bernanah.
Di sebabkan oleh Jamur Epidermophyton floccosum dan Trichophyton sp.
dapat tertular jika
Bersentuhan dan menggaruk kulit yang terkena jamur ini.

7. Nocardiosis
Merupakan mikosisi yang menyerang jaringan subkutan, yaitu Pembengkakan jaringan yang terkena, terjadinya lubang-lubang yang mengeluarkan nanah dan jamurnya berupa granula.
Di sebabkan oleh Jamur Nocardia asteroids.
Dapat tertular apabila bersentuhan dan terkena nanah dari kulit yang mengandung jamur tersebut.
8. Panu (Pitriyasis versikolor) 
Ditandai dengan bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih, coklat atau merah tergantung kepada warna kulit penderita.
Di sebabkan oleh Jamur Malassezia furfur.
Dapat terinfeksi lewat persentuhan kulit yang terinfeksi oleh jamur atau terinfeksi lewat pakaian yang terkena spora jamur.
9. Blastomikosis Manifestasi pulmonari, lesi pada kulit yang tidak sembuh, lesi tulang yang seringkali tanpa rasa sakit, dan gejala yang berkaitan dengan sistem genitouorinari (urogenital).
Disebabkan oleh cendawan dimorfik Blastomyces dermatitidis. Cendawan B.
Dermatitidis banyak ditemukan di tanah yang mengandung sisa-sisa bahan organik dan kotoran hewan. Ketika konidia (salah satu bagian tubuh) dari B. dermatitidis terhirup oleh manusia maka akan terjadi perubahan bentuk dari miselium menjadi khamir dan sistem imun manusia tidak sempat menghasilkan respon imun terhadap perubahan tersebut.
Agen penyakit akan menyebar melalui sistem limfa dan aliran darah. 
10. Tinea favosa Bintik-bintik putih pada kulit kepala kemudian membesar membentuk kerak yang berwarna kuning kotor. Kerak ini sangat lengket daln bila diangkat akan meninggalkan luka basah atau bernanah.
Di sebabkan oleh Jamur Trichophyton schoenleinii.
Menginfeksi kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan kuku pennularannya dapat melalui penggunaan handuk atau kain orang yang terinfeksi. 
11. Dermatophytosis (Tinea pedis, Athele foot)
Merupakan infeksi jamur superfisial yang kronis mengenai kulit terutama kulit di sela-sela jari kaki. Dalam kondisi berat dapat bernanah. Penyebabnya adalah Trichophyton sp.
12.Tinea barbae
Merupakan infeksi jamur yang menyerang daerah yang berjanggut dan kulit leher, rambut dan folikel rambut. Penyebabnya adalah Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton violaceum, Microsporum cranis. 
13. Tinea cruris
Merupakan infeksi mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum atau Trichophyton sp.
14. Infeksi candida
Terjadi karena faktor predisposisi.
Di sebabkan oleh Jamur Candida albicans.
Merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku atau organ tubuh seperti hantung dan paru-paru, selaput lendir dan juga vagina menular melalui sentuhan kulit yang terkena jamur ini. 
15. Tinea circinata (Tinea corporis)
Gejalanya bermula berupa papula kemerahan yang melebar.
Di sebabkan oleh Jamur Corporis trichopyton    .
Merupakan mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat (cincin) dimana terjadinya jaringan granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa gatal dapat terinfeksi karena kuku yang terinfeksi jamur.  

Media Tanam Kultur Jaringan

Media tanam adalah faktor penentu dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan bergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selainitu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, bergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.  

Jenis dan komposisi media sangat mempengaruhi besarnya daya tahan eksplan untuk hidup pada media tersebut, sedangkan zat pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin endogen yang terdapat pada eksplan berpengaruh terhadap besarnya penyerapan zat makanan yang tersedia dalam media kultur sehingga eksplan dapat bertahan hidup lebih lama.

Bila pertumbuhan eksplan baik maka dapat meningkatkan daya tahan hidup eksplan. Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: hara makro, hara mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen lainnya, gula, bahan organik komplek, bahan pemadat (agar), dan zat pengatur tumbuh (hormon).

Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur jaringan antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media MS, SH dan B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro. Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :

1. Hara Makro

Unsur hara makro terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.

Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.

Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.

2. Hara Mikro

Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men ”chelate” besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).

Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100 µM.

3. Karbon dan Sumber Energi

Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa. Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%. Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.

4. Vitamin

Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin, asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin, dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih rendah.

5. Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya

Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.

6. Bahan Organik Komplek

Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.

IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.

7. Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan

Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.

Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.

Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.

8. Zat Pengatur Tumbuh

Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar.
Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.

Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:

1. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.

2. Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.

3. Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.

4. Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.

5. Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.

6. Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.

7. Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.

8. Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lin-lain.

Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu diantaranya:

1. Media Murashige & Skoog (media MS)

Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur, merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.

Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.

2. Media Gamborg B5 (media B5)

Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).

3. Media Schenk & Hildebrant (media SH)

Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

4. Media WPM (Woody Plant Medium)

Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.

5. Media Nitsch & Nitsch

Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan 1988).

6. Media Knop

Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983)

7. Media White

Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.

Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.

8. Media Knudson dan media Vacin and Went

Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.

9. Media B5(Gamborg)

Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.

Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan media MS.

Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara anorganik yang dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.

Virus HIV AIDS

DEFINISI
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun yang disebabkan oleh infeksi HIV.
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat berkembang biak, kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa. Manusia yang terkena virus HIV, tidak langsung menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.


PENYAKIT AIDS
Penyakit ini sudah lama ada hanya saja belum disadari oleh para ilmuwan bahwa kasus–kasus yang ditemukan adalah kasus AIDS. Baru pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan kasus–kasus penyakit infeksi yang jarang terjadi ditemukan dikalangan homoseksual, yang kemudian dirumuskan sebagai penyakit Gay Related Immune Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay/homoseksual.
Kemudian pada tahun 1982, CD–USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat untuk pertama kali membuat definisi AIDS. Sejak saat itulah survailans AIDS dimulai. Dan juga ditemukan penyebab kelainan ini adalah LAV (Lymphadenophaty Associaterd Virus ) oleh Luc Montagnier dari pasteur Institut, Paris.
Pada tahun 1984 Gallo dan kawan–kawan dari National Institute of Health, Bethesda, Amerika Serikat menemukan HTLV III ( Human T Lymphotropic Virus type III) sebagai sebab kelainan ini.
Pada tahun 1985 ditemukan Antigen untuk melakukan tes ELISA, suatu tes untuk mengetahui terinfeksi virus itu atau tidaknya seseorang.
Pada tahun 1986, International Commintte on Taxonomi of Viruses, memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama LAV dan HTLV III.
15 April 1987, Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.
Sejak ditemukan tahun 1978, secara kumulatif jumlah kasus AIDS di Indonesia sampai dengan 30 September 2009 sebanyak 18.442 kasus. jumlah ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Data Kementerian Kesehatan akhir 2009 menyebutkan penderita AIDS kelompok umur 20-29 tahun di Indonesia mencapai 49,07 persen. Berikutnya kelompok umur 30-39 tahun dengan 30,14 persen. Berdasarkan jenis kelamin 14720 kasus atau 73,7 persen diderita pria dan 5163 kasus adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan, kasus AIDS kumulatif tertinggi melalui hubungan heteroseksual (50,3 persen), pengguna napza suntik/ penasun (40,2 persen), dan hubungan homoseksual (3,3 persen).Jumlah kasus AIDS kumulatif 19.973 kasus yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia. Penderita HIV positif terbanyak berada di DKI Jakarta dari Propinsi DKI Jakarta (7766), disusul Jawa Timur (4553), Jawa Barat (3077), Sumatera Utara (2783), dan Kalimantan Barat (1914).
Pada tahun 2014 diproyeksikan jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar 79.200 dan proyeksi untuk ODHA usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus. Demikian laporan triwulan ketiga tahun 2009 Surveilans AIDS Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes.


Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
- Darah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
- Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
- Cairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
- Air Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv+, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.

Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
- Air liur / air ludah / saliva
- Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
- Air mata
- Air keringat
- Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine

Perlu diketahui AIDS tidak menular karena :
1. Hidup serumah dengan penderita AIDS ( asal tidak mengadakan hubungan seksual )
2. Bersentuhan dengan penderita.
3. Berjabat tangan.
4. Penderita AIDS bersin atau balik di dekat kita.
5. Bersentuhan dengan pakaian atau barang lain dari bekas penderita.
6. Berciuman pipi dengan penderita.
7. Melalui alat makan dan minum.
8. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
9. Bersama-sama berenang di kolam.

ASAS SAINTIFIC
HIV menyerang dengan perlahan-lahan dan memusnahkan sesetengah sel darah putih di dalam badan (sel T CD4+). Dalam keadaan normal, sel-sel ini membantu tubuh melawan jangkitan kuman dan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteria. Apabila HIV telah menyerang badan seseorang, sel-sel ini tidak lagi mampu melaksanakan tanggungjawab mereka kerana telah dimusnahkan secara perlahan-lahan oleh HIV. Ini bermaksud bahawa HIV akan turut memusnahkan keupayaan tubuh badan untuk melawan penyakit.

Sebenarnya AIDS merupakan peringkat lanjutan bagi jangkitan HIV. Perkembangan penyakit ini melalui beberapa fasa :

� Fasa 1 - bermula dengan HIV menjangkiti seseorang individu
� Fasa 2 - di mana virus tersebut membiak tetapi pesakit masih tidak mempamerkan sebarang tanda-tanda atau gejala-gejala yang tertentu

� Fasa 3 - membiak dan berkembang membawa kepada kewujudan beberapa tanda dan gejala yang memburukkan lagi mekanisma pertahanan tubuh.

� Fasa 4 - pesakit mula mengalami penyakit-penyakit yang jarang berlaku yang digelar 'infeksi oportunistik' seperti Pneumocystis Carinii Pneumonia dan kanser termasuk Sarkoma Kaposi.

� Fasa 5 - pesakit tersebut disahkan sebagai pesakit AIDS. Di dalam fasa ini, mekanisma pertahanan mengalami kemusnahan yang teruk dan sudah tidak mampu lagi untuk melawan serangan bakteria, virus dan kuman-kuman lain.

 GEJALA
Terdapat 5 stadium penyakit AIDS, yaitu
1. Gejala awal stadium infeksi yaitu :
Demam
Kelemahan
Nyeri sendi menyerupai influenza/ Nyeri tenggorok
Pembesaran kelenjaran getah bening
2. Stadium tanpa gejala
Stadium dimana penderita nampak sehat, namun dapat merupakan sumber penularan infeksi HIV.
3. Gejala stadium ARC
�Demam lebih dari 38°C secara berkala atau terus
�Menurunnya berat badan lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan
�Pembesaran kelenjar getah bening
�Diare mencret yang berkala atau terus menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas
�Kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik
�Keringat malam
4. Gejala AIDS
�Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker kelenjar getah bening.
�Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya pneomonia, pneumocystis,TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti teksoplasmosis dsb.
5. Gejala gangguan susunan saraf
�Lupa ingatan
�Kesadaran menurun
�Perubahan Kepribadian
�Gejala–gejala peradangan otak atau selaput otak
�Kelumpuhan
Umumnya penderita AIDS sangat kurus, sangat lemah dan menderita infeksi. Penderita AIDS selalu meninggal pada waktu singkat (rata-rata 1-2 tahun) akan tetapi beberapa penderita dapat hidup sampai 3 atau 4 tahun.

PENCEGAHAN
Upaya pencegahan yang dapat di lakukan adalah :
1. Pencegahan penularan melalui jalur non seksual :
a. Transfusi darah cara ini dapat dicegah dengan mengadakan pemeriksaan donor darah sehingga darah yang bebas HIV saja yang ditransfusikan.
b. Penularan AIDS melalui jarum suntik oleh dokter paramedis dapat dicegah dengan upaya sterilisasi yang baku atau menggunakan jarum suntik sekali pakai.
2. Pencegahan penularan melalui jalur seksual
Pencegahan ini dapat dilakukan dengan pendidikan/penyuluhan yang intensif yang ditujukan pada perubahan cara hidup dan perilaku seksual, serta bahayanya AIDS pada usia remaja sampai usia tua. Dan yang utama adalah dengan memperdalam agama Islam yang benar, sehingga menjadi manusia yang bertaqwa menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan Allah dengan ikhlas dan benar. Jika ini terwujud, maka manusia kan selamat dunia akhirat, tidak hanya terhindar dari penyakit AIDS ini akan tetapi mendapatkan kebaikan yang lebih besar daripada itu.






 

KEAJAIBAN SISTEM PERTAHANAN TUBUH

Sistem Pertahanan tubuh adalah suatu sistem terpenting, yang terus-menerus melakukan kegiatan dan tidak pernah melalaikan tugasnya, Sistem ini melindungi tubuh siang dan malam dari semua jenis penyerang. Ia bekerja dengan penuh ketekunan, layaknya pasukan tempur berperalatan lengkap, bagi tubuh yang dilayaninya.

Sekitar 250 tahun lalu, dengan ditemukannya mikroskop, para ilmuwan mendapati bahwa kita hidup bersama banyak makhluk kecil, yang tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang. Makhluk ini ada di mana-mana, dari udara yang kita hirup, sampai benda apa pun yang bersinggungan dengan permukaan tubuh kita. Juga ditemukan bahwa makhluk-makhluk ini berpenetrasi memasuki tubuh manusia.
Meski keberadaan musuh ini ditemukan dua setengah abad lalu, sebagian besar rahasia "sistem pertahanan" yang bertempur dengan gigih belumlah tersingkapkan. Begitu ada benda asing memasuki tubuh, secara spontan sistem molekular tubuh ini diaktifkan. Dengan rancangan strategi hebat, ia menyatakan perang mati-matian melawan musuh. Kalau kita lihat sekilas cara kerja sistem ini, tampak bahwa setiap tahapan berlangsung berdasarkan suatu rencana yang sangat cermat.
Sistem pertahanan tubuh tidak pernah tidur atau letih sedikitpun, kalau itu terjadi walaupun satu detik saja, ribuan bahkan mungkin jutaan penyakit,virus, bakteri akan masuk kedalam tubuh kita tanpa adanya penghalang atau pencegahnya. Rentang satu detik yang melambangkan selang waktu sangat pendek dalam keseharian kita, Namun berjalan sangat lama bagi kebanyakan

Minggu, 18 November 2012

Virus RNA

Virus RNA adalah virus yang memiliki RNA (asam ribonukleat) sebagai materi genetik. Asam nukleat yang dimiliki biasanya RNA beruntai tunggal (single stranted RNA / ssRNA) tetapi mungkin RNA beruntai ganda (double stranded RNA / dsRNA). ICTV mengklasifikasikan virus RNA sebagai yang terdaftar dalam Grup III, Kelompok IV atau Kelompok V sistem klasifikasi Baltimore (klasifikasi virus), dan tidak menganggap virus dengan DNA sebagai perantara virus RNA. Perlu dicatat bahwa  penyakit manusia yang terkemuka disebabkan oleh virus RNA. termasuk SARS, flu dan hepatitis 

Karakteristik
Virus RNA beruntai tunggal  dan Sense RNA
Virus RNA dapat diklasifikasikan lebih lanjut sesuai dengan sense atau polaritas RNA-nya ke sense-negatif dan sense-positif, atau virus RNA ambisense. Virus RNA sense positif mirip dengan mRNA sehingga dapat segera diterjemahkan oleh sel inang. Virus RNA sense-negatif  ini melengkapi mRNA dan dengan demikian harus diubah menjadi  RNA sense-positif dengan RNA polimerase sebelum penerjemahan. Dengan demikian, RNA dimurnikan dari virus sense-positif secara langsung dapat menyebabkan infeksi meskipun mungkin kurang menular dari seluruh partikel virus. Virus RNA sense-negatif tidak menular dengan sendirinya karena perlu ditranskripsi menjadi RNA sense-positif, namun virion masing-masing dapat ditranskripsi ke beberapa RNA sense positif. Virus RNA ambisense menyerupai virus RNA sense-negatif, kecuali mereka juga menerjemahkan gen dari untai positif.
Virus RNA beruntai ganda (Double-stranded RNA virus)
Virus RNA beruntai ganda (dsRNA) mewakili berbagai kelompok virus yang sangat bervariasi dalam hal inangnya (manusia, hewan, tumbuhan, jamur, dan bakteri), nomor segmen genom (1-12), dan organisasi virion (T-nomor , lapisan kapsid, atau menara). Anggota kelompok ini termasuk rotavirus, yang terkenal secara global sebagai penyebab paling umum gastroenteritis pada anak-anak, dan virus bluetongue, sebagai patogen ekonomis penting ternak dan domba. Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan luar biasa telah dibuat dalam menentukan, pada tingkat atom dan subnanometeric, struktur dari sejumlah protein virus utama dan dari capsids virion dari beberapa virus dsRNA, dan menyoroti paralel yang signifikan dalam struktur dan proses replikasi dari banyak virus ini.
Mutasi tingkat
RNA virus umumnya memiliki tingkat mutasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan virus DNA, karena virus RNA polimerase tidak memiliki kemampuan membaca-bukti (proof-reading) DNA polimerase . Ini adalah salah satu alasan mengapa sulit untuk membuat vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus RNA. Retrovirus juga memiliki tingkat mutasi yang tinggi meskipun DNA mereka antara terintegrasi ke dalam genom inang. Beberapa gen virus RNA yang penting untuk siklus replikasi virus dan mutasi tidak ditoleransi. Sebagai contoh, daerah genom virus hepatitis C yang mengkode protein inti sangat kekal, karena mengandung struktur RNA yang terlibat dalam sebuah situs entri internal yang ribosom.
Replikasi
RNA virus diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang berbeda tergantung pada genom mereka dan mode replikasi (dan kelompok numerik berdasarkan klasifikasi Baltimore tua):
Double-stranded RNA virus (Kelompok III) mengandung dari satu ke selusin RNA molekul yang berbeda, masing-masing kode untuk satu atau lebih protein virus.
Positif-sense ssRNA virus (Kelompok IV) genom milik mereka langsung dimanfaatkan seakan mRNA, menghasilkan sebuah protein tunggal yang dimodifikasi oleh inang dan protein virus untuk membentuk berbagai protein yang diperlukan untuk replikasi. Salah satunya termasuk RNA-dependent RNA polimerase, yang salinan RNA virus untuk membentuk bentuk replikatif beruntai ganda, pada gilirannya ini mengarahkan pembentukan virion baru.
Negatif-sense ssRNA virus (Kelompok V) genom milik mereka harus disalin oleh RNA polimerase untuk membentuk RNA positif sense. Ini berarti bahwa virus harus membawa bersama dengan itu RNA tergantung RNA-enzim polimerase. Molekul RNA sense positif kemudian bertindak sebagai mRNA virus, yang diterjemahkan menjadi protein oleh ribosom inang. Protein yang dihasilkan melanjutkan dengan mengarahkan sintesis virion baru, seperti protein kapsid dan RNA replikase, yang digunakan untuk menghasilkan sense baru yang negatif-molekul RNA.
Retrovirus (Kelompok VI) memiliki genom RNA beruntai tunggal, tetapi umumnya tidak dianggap virus RNA intermediet karena mereka menggunakan DNA untuk meniru. Reverse transcriptase, enzim virus yang berasal dari virus itu sendiri setelah uncoated, mengubah RNA virus menjadi DNA untai komplementer, yang disalin untuk menghasilkan molekul untai ganda DNA virus. Setelah DNA ini terintegrasi, ekspresi dari gen yang dikode dapat menyebabkan pembentukan virion baru.
Klasifikasi
Klasifikasi virus RNA untai positif didasarkan pada RNA polimerase RNA bergantung. Tiga kelompok telah diakui
I. picornavirus, nodaviruses, comoviruses, nepoviruses, potyviruses, bymoviruses, sobemoviruses dan subset dari luteoviruses (bit barat kuning dan virus kentang leafroll).
II. Carmoviruses, tombusviruses, dianthoviruses, sebuah subset dari luteoviruses (jelai virus kerdil kuning), pestiviruses, virus hepatitis C, flaviviruses dan single-stranded RNA bakteriofag.

III. Tobamoviruses, tobraviruses, hordeiviruses, tricornaviruses, bit virus kuning, alphavirus, rubiviruses, furoviruses, virus hepatitis E, potexviruses, carlaviruses, tymoviruses dan apel virus klorosis daun tempat.
Pekerjaan tambahan telah mengidentifikasi lima kelompok positif virus RNA beruntai berisi empat, tiga, tiga, tiga dan satu ordo masing-masing. ini berisi empat belas perintah keluarga virus 31 (termasuk 17 keluarga dari virus tanaman) dan 48 genera (termasuk 30 genera virus tanaman).
Kelompok III - virus dsRNA
  • Family Birnaviridae 
  • Family Chrysoviridae 
  • Family Cystoviridae 
  • Family Endornaviridae 
  • Family Hypoviridae 
  • Family Partitiviridae 
  • Family Picobirnaviridae 
  • Family Reoviridae - includes Rotavirus 
  • Family Totiviridae 
  • Unassigned genera 
    • Endornavirus 
    • Varicosavirus 
  • Unassigned species 
    • Sclerotinia sclerotiorum debilitation-associated virus
Group IV - positive-sense ssRNA viruses
  • Order Nidovirales 
    • Family Arteriviridae 
    • Family Coronaviridae - includes Coronavirus, SARS 
    • Family Roniviridae 
  • Order Picornavirales 
    • Family Bacillariornaviridae 
    • Family Caliciviridae - includes Norwalk virus 
    • Family Dicistroviridae 
    • Family Iflaviridae 
    • Family Labyrnaviridae 
    • Family Marnaviridae Family Picornaviridae - includes Poliovirus, the common cold virus, Hepatitis A virus 
    • Family Potyviridae 
    • Family Secoviridae includes subfamily Comovirinae 
    • Family Sequiviridae 
  • Order Tymovirales 
    • Family Alphaflexiviridae 
    • Family Betaflexiviridae 
    • Family Gammaflexiviridae 
    • Family Tymoviridae 
  • Unassigned 
    • Family Alvernaviridae 
    • Family Astroviridae 
    • Family Barnaviridae 
    • Family Bromoviridae 
    • Family Closteroviridae 
    • Family Flaviviridae - includes Yellow fever virus, West Nile virus, Hepatitis C virus, Dengue fever virus 
    • Family Leviviridae 
    • Family Luteoviridae - includes Barley yellow dwarf virus 
    • Family Narnaviridae 
    • Family Nodaviridae 
    • Family Tetraviridae 
    • Family Togaviridae - includes Rubella virus, Ross River virus, Sindbis virus, Chikungunya virus 
    • Family Tombusviridae 
    • Family Virgaviridae 
  • Unassigned genera 
    • Genus Benyvirus 
    • Genus Hepevirus - includes Hepatitis E virus 
    • Genus Idaeovirus 
    • Genus Ourmiavirus 
    • Genus Sobemovirus 
    • Genus Umbravirus 
  •  Unassigned species 
    • Chronic bee paralysis associated satellite virus 
    • Extra small virus [edit]Group V - negative-sense ssRNA viruses 

    Group V - negative-sense ssRNA viruses
  • Order Mononegavirales 
    • Family Bornaviridae - Borna disease virus 
    • Family Filoviridae - includes Ebola virus, Marburg virus 
    • Family Paramyxoviridae - includes Measles virus, Mumps virus, Nipah virus, Hendra virus 
    • Family Rhabdoviridae - includes Rabies virus 
  • Unassigned families: 
    • Family Arenaviridae - includes Lassa virus 
    • Family Bunyaviridae - includes Hantavirus, Crimean-Congo hemorrhagic fever 
    • Family Ophioviridae 
    • Family Orthomyxoviridae - includes Influenza viruses 
  • Unassigned genera: 
    • Genus Deltavirus Genus Nyavirus[17] - includes Nyamanini and Midway viruses 
    • Genus Tenuivirus 
  • Unassigned species: 
    • Taastrup virus

Minggu, 11 November 2012

FAKTOR-FAKTOR GENETIKA YANG MEMBAWA SIFAT KETURUNAN

faktor keturunan yang bisa menjadi takdir seseorang untuk mengalami suatu hal yang sama dengan orangtuanya. Berikut ada 10 kondisi pada manusia yang bersikap "takdir" keturunan.

1. Alkoholisme
Anak-anak penderita alkoholik tidak ditargetkan menjadi pecandu alkohol juga. Tapi studi terbaru mengungkap bahwa sekitar 50 persen anak para alkoholik berisiko menderita nasib serupa dengan orangtuanya. Sebesar 50 persennya lagi akan ditentukan oleh lingkungan. Ini disebabkan sejumlah gen pada orangtua menurun ke anak, sejenis gen ketergantungan.

2. Kanker Payudara
Penyebabnya memang masih misteri, namun ilmuwan sudah menemukan bahwa terjadi mutasi sejumlah gen