Blogroll

Sandra Amalia

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 15 Desember 2012

Ilmuwan Merancang “Usus Hidup” pada Sebuah Chip

Rabu, 28 Maret 2012 - 'Usus pada chip', yang merupakan perangkat silikon polimer seukuran stik memori komputer ini, meniru fitur-fitur 3D usus yang kompleks dalam format miniatur.

Para peneliti Institut Rekayasa Biologis Wyss di Universitas Harvard telah menciptakan perangkat-mikro ‘usus pada chip‘ yang dilapisi sel-sel hidup manusia, yang meniru struktur, fisiologi, dan mekanika usus manusia – bahkan mendukung pertumbuhan mikroba hidup dalam ruang luminal-nya. Sebagai alternatif yang lebih akurat untuk kultur sel konvensional dan model hewan, perangkat-mikro ini bisa membantu para peneliti memperoleh wawasan baru tentang penyakit gangguan pencernaan, seperti penyakit Crohn dan kolitis ulseratif, sekaligus berguna untuk mengevaluasi keamanan dan kemanjuran pengobatan yang dianggap potensial.
Hasil riset yang dipublikasikan secara online dalam jurnal Lab on Chip ini menjadi terobosan Institut Wyss dalam teknologi “Organ-on-Chip” yang menggunakan teknik fabrikasi-mikro untuk membangun tiruan organ hidup.
‘Usus pada chip‘, yang merupakan perangkat silikon polimer seukuran stik memori komputer ini, meniru fitur-fitur 3D usus yang kompleks dalam format miniatur. Pada bagian dalam ruang pusatnya, satu lapisan sel epitel usus manusia yang bertumbuh pada membran berpori, menciptakan penghalang usus. Membran ini menempel pada dinding-dinding sisi yang membentang dan mengendur dengan bantuan pengontrol vakum. Deformasi mekanik siklis ini meniru gerakan peristaltik mirip-gelombang yang memindahkan makanan di sepanjang saluran pencernaan. Rancangan ini juga merekapitulasi antarmuka jaringan-ke-jaringan usus, memungkinkan cairan mengalir di atas dan di bawah lapisan sel usus, meniru lingkungan-mikro luminal pada satu sisi perangkat dan aliran darah melewati pembuluh kapiler pada sisi lainnya.
Selain itu, para peneliti juga mampu menumbuhkan dan mempertahankan kelangsungan hidup mikroba usus pada permukaan sel-sel usus terkultur ini. Hal ini, dengan demikian, berguna untuk mensimulasikan beberapa fitur-fitur fisiologis yang penting dalam memahami berbagai penyakit. Kombinasi kemampuan ini bisa menjadi alat diagnostik in vitro yang berharga untuk lebih memahami penyebab dan perkembangan berbagai macam gangguan pencernaan, sekaligus membantu mengembangkan pengobatan terapi yang aman dan efektif. ‘Usus pada chip‘ juga bisa digunakan untuk menguji daya serap metabolisme dan oral terhadap obat-obatan dan nutrisi.
“Karena kebanyakan model yang tersedia bagi kita saat ini tidak merekapitulasi penyakit manusia, maka kita tidak bisa sepenuhnya memahami mekanisme di balik berbagai gangguan pencernaan. Artinya, obat-obatan dan berbagai terapi yang kita validasikan dalam model hewan seringkali gagal untuk menjadi efektif saat diujicobakan pada manusia,” kata Donald Ingber, MD, Ph.D., Direktur Pendiri Wyss yang memimpin tim riset. “Dengan memiliki model penyakit in vitro yang lebih baik dan lebih akurat, seperti ‘usus pada chip‘ ini, maka secara signifikan dapat mempercepat kemampuan kita dalam mengembangkan obat-obatan baru yang efektif, yang akan menolong para penderita terlepas dari penyakit-penyakit tersebut.”
‘Usus pada chip‘ merupakan kemajuan yang paling baru dalam portofolio perancangan model organ milik Institut Wyss. Teknologi platform mereka yang pertama dilaporkan dalam jurnal Science pada Juni 2010, mendeskripsikan ‘paru-paru pada chip‘ yang hidup dan bernafas. Pada tahun yang sama, Wyss menerima pendanaan dari Institut Kesehatan Nasional dan Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS dalam rangka mengembangkan mesin-mikro jantung-paru untuk menguji keamanan dan kemanjuran obat pernafasan pada perpaduan fungsi jantung dan paru-paru. Pada September 2011, Wyss memperoleh pendanaan selama empat tahun dari Badan Proyek Riset Lanjutan Pertahanan dalam upaya mengembangkan ‘limpa pada chip‘ untuk mengobati sepsis, infeksi aliran darah yang umumnya sangat fatal.
Kredit: Institut Wyss untuk Rekayasa Biologis, Universitas Harvard
Jurnal: Hyun Jung Kim, Dongeun Huh, Geraldine Hamilton, Donald E. Ingber. Human gut-on-a-chip inhabited by microbial flora that experiences intestinal peristalsis-like motions and flow. Lab on a Chip, 2012; DOI: 10.1039/C2LC40074J

Homoseksualitas, Faktor Epigenetika?

Rabu, 12 Desember 2012 - "Transmisi tanda-tanda epi 'seksual antagonistik' dari generasi ke generasi ini merupakan mekanisme evolusi yang paling masuk akal dalam fenomena homoseksualitas manusia."

Apakah faktor genetik yang menyebabkan homoseksualitas, pertanyaan yang telah cukup panjang menjadi perdebatan. Namun kini para peneliti dari Universitas Tennessee, Knoxville, menyatakan telah menemukan petunjuk yang mungkin mengurai tabir misteri tersebut. Kuncinya terletak pada apa yang disebut dengan epigenetika, yaitu bagaimana ekspresi gen diatur oleh switch sementara.
Dengan menggunakan model matematika, kelompok peneliti dari National Institute for Mathematical and Biological Synthesis (NIMBioS), yang berbasis di Universitas Tennessee, menemukan bahwa transmisi tanda-tanda epi kelamin tertentu mungkin bisa menyebabkan homoseksualitas.
Menurut studi yang dipublikasikan secara online dalam jurnal The Quarterly Review of Biology ini, tanda-tanda epi kelamin tertentu, yang biasanya “dihapus” sehingga tidak menurun ke generasi-generasi berikutnya, dapat menyebabkan homoseksualitas saat tanda-tanda epi ini lolos dari penghapusan dan menurun pada anak yang berlawanan jenis. Misalnya dari ayah ke anak perempuan atau dari ibu ke anak laki-laki.
“Penelitian sebelumnya pernah menunjukkan bahwa homoseksualitas terjadi dalam keluarga, dan hal ini membuat sebagian besar peneliti menganggap bahwa genetika mendasari preferensi seksual,” kata Sergey Gavrilets, profesor matematika, ekologi dan biologi evolusioner. “Namun, belum pernah ditemukan gen utama pada homoseksualitas meski ada banyak penelitian yang mencari kaitannya dengan genetik.”
Tanda-tanda epi mungkin menjadi pemicu yang selama ini mereka cari. Tanda-tanda epi merupakan lapisan tambahan informasi yang melekat pada ‘tulang punggung’ gen-gen kita yang meregulasi ekspresi gen-gen tersebut. Selagi gen memegang instruksi, tanda-tanda epi memberi arahan pada bagaimana instruksi tersebut dilaksanakan. Tanda-tanda epi ini biasanya diproduksi dalam tiap generasi, namun bukti terbaru menunjukkan bahwa tanda-tanda epi terkadang bisa menurun ke generasi-generasi berikutnya.
Tanda-tanda epi kelamin tertentu diproduksi selama awal perkembangan janin, berfungsi untuk melindungi jenis kelamin dari variasi alami yang substansial dalam testosteron, yang terjadi selama masa perkembangan janin berikutnya. Tanda-tanda epi lainnya melindungi sifat-sifat kelamin tertentu lainnya agar tidak mengalami maskulinisasi atau feminisasi.
Para peneliti menemukan bahwa homoseksualitas dapat terjadi pada keturunan yang berlawanan jenis ketika tanda-tanda epi kelamin tertentu ini diturunkan ke generasi berikutnya.
“Kami menemukan, saat ditransmisi dalam generasi dari ayah ke puteri atau dari ibu ke putera, tanda-tanda epi ini dapat menimbulkan efek terbalik, seperti terjadinya feminisasi pada beberapa sifat dalam diri anak laki-laki, termasuk preferensi seksualnya, dan juga maskulinisasi dalam diri anak perempuan,” kata Gavrilets.
Dalam studi ini, para peneliti memadukan teori evolusi dengan kemajuan terbaru dalam bidang regulasi molekul ekspresi gen dan perkembangan seksual berdasarkan androgen untuk menghasilkan suatu model biologis dan matematis yang menggambarkan peran epigenetika dalam homoseksualitas.
“Studi ini memecahkan teka-teki evolusi homoseksualitas, menemukan bahwa tanda-tanda epi ‘seksual antagonistik’, yang biasanya melindungi induk dari variasi alami dalam kadar hormon seks selama perkembangan janin, terkadang terbawa ke generasi-generasi berikutnya dan menyebabkan homoseksualitas pada keturunan yang berlawanan jenis,” kata Gavrilets. Model matematika menunjukkan bahwa penyandian gen untuk tanda-tanda epi ini dapat dengan mudah menyebar dalam populasi, namun sangat jarang yang lolos dari penghapusan.
“Transmisi tanda-tanda epi ‘seksual antagonistik’ dari generasi ke generasi ini merupakan mekanisme evolusi yang paling masuk akal dalam fenomena homoseksualitas manusia,” kata Gavrilets.
Kredit: Universitas Tennessee
Jurnal: William R. Rice, Urban Friberg, Sergey Gavrilets. Homosexuality as a Consequence of Epigenetically Canalized Sexual Development. The Quarterly Review of Biology, 2012; 87 (4) [link]